Bantuan Teknis II
Indonesia diakui sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang proaktif dan berpengaruh. Negara ini telah aktif terlibat dalam berbagai negosiasi di WTO, tidak hanya mengadvokasi kepentingan nasionalnya tetapi juga kepentingan negara berkembang lainnya dalam upaya membentuk sistem perdagangan global yang lebih adil.
Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas bekerja sama dengan ARISE+ Indonesia. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup pengembangan dan presentasi enam catatan konsep terkait dengan isu-isu negosiasi di WTO, pembuatan kerangka kerja untuk secara proaktif memantau dan mengatasi hambatan non-tarif asing (NTBs) yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan Indonesia, pengembangan kerangka kelembagaan untuk Indonesia. untuk mematuhi kewajiban pemberitahuan WTO mengenai persyaratan perizinan impor, dan sesi pelatihan tentang penggunaan kerangka kerja ini. Inisiatif ini dirancang untuk membekali para negosiator dan analis perdagangan di Direktorat Perundingan WTO dengan keterampilan, pengetahuan, dan alat yang diperlukan untuk terlibat secara efektif dalam negosiasi WTO, melindungi kepentingan nasional, dan berkontribusi pada tujuan pembangunan ekonomi negara.
Kami baru-baru ini mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Bapak Wijayanto, Direktur Perundingan WTO, tentang peran Indonesia dalam mengadvokasi peningkatan akses pasar barang dan jasa di forum WTO, serta kolaborasinya dengan ARISE+ Indonesia.
Berikut petikan wawancaranya.
T: Apa saja bidang perundingan WTO yang saat ini melibatkan Indonesia secara aktif? Bisakah Anda memberi tahu kami tentang negosiasi ini dan menjelaskan mengapa hal tersebut penting?
J: Kami baru-baru ini berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO ke-13 (MC13) di Abu Dhabi, yang diselenggarakan pada tanggal 26 Februari hingga 2 Maret 2024.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan secara aktif terlibat dalam beberapa negosiasi perdagangan utama, termasuk negosiasi pertanian, subsidi perikanan, reformasi WTO, dan moratorium bea masuk transmisi elektronik (CDET). Permasalahan ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara berkembang, sehingga sangat penting untuk memantau proses negosiasi secara ketat untuk memastikan hasil yang menguntungkan bagi negara kita.
Meskipun perundingan diperpanjang satu hari karena kebuntuan dan tidak tercapainya kesepakatan, kami mampu menjaga kepentingan nasional kami dan memastikan bahwa hasilnya tidak merugikan negara kami.
Untuk memperkaya materi dan meningkatkan persiapan perundingan, kami bekerja sama dengan ARISE+ Indonesia untuk mengembangkan enam catatan konsep mengenai isu-isu perundingan strategis untuk Indonesia. Catatan konsep ini membahas empat topik yang disebutkan di atas, dua topik lainnya adalah perundingan mengenai isu lingkungan hidup, dan perundingan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Peran aktif Indonesia dalam negosiasi subsidi perikanan menegaskan komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan dan pelestarian sumber daya perikanan. Meskipun demikian, Indonesia juga memprioritaskan kesejahteraan dan perlindungan nelayan skala kecil, khususnya di negara-negara berkembang.
Demikian pula di bidang pertanian, fokus Indonesia adalah melindungi kepentingan petani kecil dan miskin serta memastikan ketahanan pangan, khususnya di tengah krisis dan tantangan global saat ini.
Kami juga sangat menganjurkan reformasi penyelesaian perselisihan, yang merupakan elemen kunci dalam negosiasi reformasi WTO. Di MC13, kami berhasil melindungi kepentingan nasional kami dengan menekankan pentingnya mempertahankan sistem penyelesaian sengketa dua tingkat dan memastikan bahwa permasalahan yang terkait dengan mekanisme banding telah ditangani. Tujuan kami adalah menjadikan sistem penyelesaian perselisihan beroperasi penuh dan dapat diakses oleh seluruh anggota WTO pada tahun 2024 sebagaimana diamanatkan oleh para Menteri pada MC12.
T: Apa tujuan strategis Indonesia dalam perundingan WTO yang sedang berlangsung? Bagaimana hal ini selaras dengan tujuan ekonomi negara yang lebih luas?
J: Tujuan strategis Indonesia dalam perundingan WTO yang sedang berlangsung adalah untuk memastikan penerimaan luas atas sikap Indonesia terhadap isu-isu utama yang berdampak pada penghidupan masyarakat kita, khususnya petani kecil dan nelayan. Selain itu, Indonesia berkomitmen untuk mengatasi hambatan non-tarif (NTB) dan praktik proteksionis yang dapat menghambat perdagangan internasional. Jika diperlukan, Indonesia dapat menggunakan haknya untuk memulai litigasi guna melindungi kepentingannya berdasarkan perjanjian WTO, termasuk akses pasar.
Sebagaimana dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Indonesia berkomitmen untuk memperkuat perannya dalam diplomasi dan negosiasi perdagangan internasional, termasuk di forum WTO. Komitmen ini mendukung tujuan kami yaitu pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, peningkatan akses pasar di negara-negara mitra, dan peningkatan investasi. Gangguan pada rantai pasokan perdagangan global yang disebabkan oleh pandemi COVID-19, serta meningkatnya kebijakan proteksionis dan kebijakan perdagangan yang berorientasi ke dalam di seluruh dunia, menggarisbawahi pentingnya bagi Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam upaya memulihkan kepercayaan global terhadap perdagangan multilateral. sistem.
Secara keseluruhan, tujuan strategis Indonesia sejalan dengan tujuan WTO, yang tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas perdagangan internasional, dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
T: Indonesia dikenal berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang di forum perdagangan global. Bisakah Anda menguraikan strategi dan inisiatif yang telah diterapkan Indonesia di WTO untuk mengadvokasi hak-hak dan kepentingan perdagangan negara-negara berkembang? Bagaimana pendekatan Indonesia mempengaruhi negosiasi dan kemitraannya di arena perdagangan global?
J: Indonesia telah mengadopsi beberapa inisiatif strategis di WTO untuk memastikan bahwa hak dan kepentingan negara berkembang dan negara kurang berkembang (LDCs) ditegakkan, termasuk bergabung dengan koalisi anggota negara berkembang yang menekankan pentingnya Perlakuan Khusus dan Berbeda (S&DT) ) dan program peningkatan kapasitas. Koalisi ini berkomitmen untuk menciptakan kesetaraan dalam perdagangan global.
Dalam negosiasi pertanian, Indonesia memimpin kelompok G-33 – sebuah koalisi yang terdiri dari 47 negara berkembang dan negara-negara berkembang. Indonesia berperan proaktif dalam mengadvokasi hak dan fleksibilitas negara berkembang dalam negosiasi pertanian. Salah satu tujuan utama G-33 adalah untuk mendukung petani kecil dan miskin yang menghadapi marginalisasi yang semakin meningkat akibat tingginya volatilitas harga produk pertanian global yang disebabkan oleh keterbukaan pasar. Tantangan ini diperburuk dengan rendahnya daya saing produk pertanian negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara maju, yang memperoleh manfaat besar dari dukungan pemerintah. Indonesia terus mengupayakan perjanjian berimbang yang melindungi kepentingan petani dan mendukung penyimpanan publik untuk tujuan ketahanan pangan.
Selain itu, Indonesia bersama negara-negara serupa juga aktif mengajukan proposal di forum perundingan WTO lainnya untuk mendukung posisi negara berkembang. Proposal-proposal ini membahas isu-isu penting seperti reformasi penyelesaian perselisihan dan negosiasi subsidi perikanan.
Indonesia secara konsisten memprioritaskan pendekatan berdasarkan kepentingan bersama negara-negara berkembang untuk menjamin hasil negosiasi yang adil dan seimbang.
Strategi ini tidak hanya meningkatkan postur negosiasi Indonesia namun juga memperkuat perannya sebagai pemain kunci dalam negosiasi WTO. Selain itu, hal ini memperkuat kerja sama Indonesia dengan negara-negara anggota WTO lainnya yang memiliki kepentingan serupa, membina kemitraan yang kuat dan upaya kolaboratif di arena perdagangan global.
T: Apa saja hambatan perdagangan signifikan yang saat ini sedang dinegosiasikan oleh Indonesia dalam diskusi WTO?
J: Saat ini, beberapa mitra dagang kami menerapkan tindakan proteksionis dengan kedok perlindungan lingkungan untuk melindungi industri dalam negeri mereka. Beberapa kebijakan terkait perlindungan lingkungan hidup yang dilakukan negara-negara maju yang berpotensi merugikan kepentingan Indonesia antara lain adalah Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon (CBAM), Tingkat Residu Maksimum (MRL), Peraturan Pengiriman Sampah, dan Peraturan Bebas Deforestasi.
Kebijakan-kebijakan ini dapat membatasi ekspor produk-produk utama Indonesia dan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Produk yang terkena dampak beragam dan mencakup beberapa ekspor utama Indonesia seperti minyak sawit, kopi, kakao, produk kayu, aluminium, besi dan baja, semen, dan pupuk.
Meskipun Indonesia mendukung kebijakan lingkungan hidup dan memahami perlunya melindungi industri dalam negeri, langkah-langkah ini tidak boleh bersifat diskriminatif atau tidak sejalan dengan semangat kolaboratif WTO, dan juga tidak boleh terlalu membebani negara-negara berkembang dan negara-negara kurang berkembang (LDC).
Indonesia secara aktif melakukan negosiasi baik dalam forum bilateral maupun multilateral dengan negara-negara mitra terkait untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut ditegakkan sesuai dengan ketentuan WTO dan tidak menjadi hambatan yang tidak perlu terhadap perdagangan internasional.
Kita perlu mengedepankan prinsip keadilan dalam perdagangan internasional. Dalam hal ini, negara-negara maju harus membantu negara-negara berkembang dan kurang berkembang, sehingga memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berdagang dengan pijakan yang setara. Kami menyadari bahwa setiap negara mungkin memiliki kepentingan yang berbeda. Namun perlu kami garis bawahi bahwa dengan berpartisipasi dalam forum WTO, tujuan kami adalah menemukan titik temu dalam semangat kolaboratif di tengah perbedaan-perbedaan tersebut. Saya kira inilah manfaat menjadi bagian dari WTO yang patut kita pertahankan.
T: Apa dampak positif perundingan WTO bagi industri dalam negeri Indonesia?
J: Implikasi positif perundingan WTO terhadap industri dalam negeri Indonesia antara lain terbukanya akses pasar baru di negara mitra dagang melalui pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan; menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia karena industri dalam negeri mendapatkan keuntungan dari input produksi yang lebih murah; dan meningkatkan fasilitasi perdagangan, sehingga mengurangi biaya terkait logistik.
T: Apa tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam perundingan WTO?
J: Keputusan di WTO dibuat melalui konsensus, memerlukan persetujuan dari 164 negara anggota, termasuk negara-negara baru seperti Komoro dan Timor-Leste. Kompleksitas perdagangan global dan perbedaan kepentingan yang besar di antara negara-negara anggota telah menambah kesulitan lain, yang sering kali memperpanjang proses pengambilan keputusan. Ketidaksepakatan apa pun memerlukan diskusi panjang dan negosiasi lebih lanjut.
Dalam konteks ini, Indonesia menempatkan prioritas tinggi pada negosiasi mekanisme seperti Mekanisme Pengamanan Khusus (SSM). SSM sangat penting untuk melindungi sektor pertanian dalam negeri Indonesia dari lonjakan impor yang tiba-tiba dan signifikan yang dapat mengganggu stabilitas pasar lokal. Namun, menyelesaikan perjanjian mengenai mekanisme tersebut merupakan sebuah tantangan, karena tidak semua anggota WTO menyetujui persyaratan tersebut, yang mencerminkan perjuangan yang lebih luas untuk menyeimbangkan kepentingan nasional dengan peraturan perdagangan global.
T: Bagaimana kolaborasi dengan ARISE+ Indonesia dapat meningkatkan kemampuan dan efektivitas departemen Anda dalam negosiasi WTO?
J: Kami senang dan berterima kasih atas program peningkatan kapasitas dan networking yang didukung oleh ARISE+ Indonesia. Saya yakin program ini sangat bermanfaat dan secara signifikan meningkatkan kemampuan dan pemahaman para negosiator dan analis perdagangan di Kementerian Perdagangan dan kementerian/lembaga terkait lainnya mengenai aturan perdagangan internasional. Inisiatif ini memperkuat keterampilan negosiasi kami, sehingga memungkinkan kami mewakili dan melindungi kepentingan Indonesia dengan lebih baik di kancah internasional.